SEKILAS IBADAH HAJI

SEKILAS IBADAH HAJI

Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram. Tak dapat disangkal bahwa pakaian dalam kenyataan dan berdasarkan al-Qur`an berfungsi sebagai pembeda antara seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan tersebut dapat mengantar kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis pada pemakainya. Di Miqat Maka di tempat dimana ritual ibadah haji dimulai, perbedaan dan pembedaan tersebut harus ditanggalkan. Semua harus memakai pakaian yang sama. Pengaruh-pengaruh psikologis dari pakaian harus ditanggalkan, hingga semua merasa dalam satu kesatuan dan persamaan. "Di Miqat ini ras dan suku harus dilepaskan semua pakaian yang di kenakan sehari-hari sebagai serigala (lambang kekejaman dan penindasan), tikus (lambang kelicikan), anjing (lambang tipu daya ), atau domba (lambang penghambaan ). harus ditinggalkan semua itu di Miqat dan berperanlah sebagai manusia yang sesungguhnya.Di Miqat dengan mengenakan dua helai pakaian berwarna putih-putih, sebagaimana yang akan membalut tubuh ketika ia mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini, seorang yang melaksanakan ibadah haji akan atau seharusnya dipengaruhi jiwa pakaian ini. Dan seharusnya ia merasakan kelemahan dan keterbatasan, serta pertanggungjawaban yang akan ditunaikannya kelak di hadapan Allah Yang Maha Kuasa. Yang disisi-Nya tiada perbedaan antara seseorang dengan yang lain, kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.Dengan dikenakannya pakaian ihram, maka sejumlah larangan harus diindahkan oleh pelaku ibadah haji. Seperti jangan menyakiti binatang, jangan membunuh, jangan menumpahkan darah, jangan mencabut pepohonan. Karena manusia berfungsi memelihara makhluk-makhluk Allah itu, dan memberinya kesempatan seluas mungkin mencapai tujuan penciptaannya. Dilarang juga menggunakan wangi-wangian, bercumbu atau kawin, dan berhias supaya setiap haji menyadari bahwa manusia bukan hanya materi semata-mata bukan pula birahi. Hiasan yang dinilai Allah adalah hiasan rohani. Dilarang pula menggunting rambut, kuku, supaya masing-masing menyadari jati dirinya dan menghadap pada Allah sebagaimana apa adanya.Ka`bah yang dikunjungi mengandung pelajaran yang amat berharga dari segi kemanusiaan. Di sana misalnya ada Hijr Ismail yang arti harfiahnya pangkuan Ismail. Di sanalah Ismail putra Ibrahim, pembangunan Ka`bah ini pernah berada dalan pangkuan Ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam, miskin bahkan budak, yang konon kuburannya pun di tempat itu, namun demikian budak wanita ini ditempatkan Allah di sana atau peninggalannya diabadikan Allah, untuk menjadi pelajaran bahwa Allah swt memberi kedudukan untuk seseorang bukan karena keturunan atau status sosialnya, tapi karena kedekatannya kepada Allah swt dan usahanya untuk menjadi hajar atau berhijrah dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan menuju peradaban Islami.Setelah selesai melakukan thawaf yang menjadikan pelakunya larut dan berbaur bersama manusia-manusia lain, serta memberi kesan kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni berada dalam lingkungan Allah swt dilakukanlah sa`i. Di sini muncul lagi Hajar, budak wanita bersahaja yang diperistrikan Nabi Ibrahim itu, diperagakan pengalamannya mencari air untuk putranya. Keyakinan wanita ini akan kebesaran dan kemahakuasaan Allah sedemikian kokoh, terbukti jauh sebelum peristiwa pencaharian ini, ketika ia bersedia ditinggal (Ibrahim) bersama anaknya di suatu lembah yang tandus, keyakinannya yang begitu dalam tak menjadikannya samasekali berpangku tangan menunggu turunnya hujan dari langit, tapi ia berusaha dan berusaha berkali-kali mondar-mandir demi mencari kehidupan. Hajar memulai usahanya dari bukit Shafa yang arti harfiahnya adalah "kesucian dan ketegaran" sebagai lambang bahwa mencapai kehidupan harus dengan usaha yang dimulai dengan kesucian dan ketegaran-- dan berakhir di Marwah yang berarti "ideal manusia, sikap menghargai, bermurah hati dan memaafkan orang lain" Makna yang lebih agung berkaitan dengan pengamalan kemanusiaan dalam mencari kehidupan duniawi melebihi makna-makna yang digambarkan tersebut, Kalau thawaf menggambarkan larutnya dan meleburnya manusia dalam hadirat Ilahi, atau dalam istilah kaum sufi al-fana` fi Allah maka sai` menggambarkan usaha manusia mencari hidup yang ini dilakukan begitu selesai thawaf yang melambangkan bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan suatu kesatuan dan keterpaduan. Maka dengan thawaf disadarilah tujuan hidup manusia. Setengah kesadaran itu dimulai sa`i yang menggambarkan, tugas manusia adalah berupaya semaksimal mungkin. Hasil usaha pasti akan diperoleh baik melalui usahanya maupun melalui anugerah Tuhan, seperti yang dialami Hajar bersama putranya Ismail dengan ditemukannya air Zamzam itu.Di Arafah, padang yang luas lagi gersang itu seluruh jamaah wuquf ( berhenti ) sampai terbenam matahari. Di sanalah mereka seharusnya menemukan ma`rifat pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya, serta di sana pula ia menyadari langkah-langkahnya selama ini, sebagaimana ia menyadari pula betapa besar dan agung Tuhan yang kepadaNya bersimpuh seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan secara miniatur di padang tersebut. Kesadaran-kesadaran itulah yang mengantarkannya di padang `arafah untuk menjadi`arif atau sadar dan mengetahui.
Kearifan apabila telah menghias seseorang, maka menurut "Selalu gembira, senyum, betapa tidak senang hatinya telah gembira sejak ia mengenal-Nya,di mana-mana ia melihat satu saja, melihat Yang Maha Suci itu, semua makhluk di pandangnya sama (karena memang semua sama,sama membutuhkan-Nya). Ia tak akan melihat kelemahan atau mencari-cari kesalahan orang, ia tidak akan cepat tersinggung walau melihat yang mungkar sekalipun karena jiwanya selalu diliputi rahmat dan kasih sayang.Dari Arafah para jamaah ke Mudzdalifah mengumpulkan senjata menghadapi musuh utama yaitu setan, kemudian melanjutkan perjalanan ke Mina dan di sanalah para Jamaah haji melampiaskan kebencian dan kemarahan mereka masing-masing terhadap musuh yang selama ini menjadi penyebab segala kegetiran yang dialaminya.
Ibadah haji merupakan kumpulan simbol-simbol yang sangat indah, apabila dihayati dan diamalkan secara baik dan benar, maka pasti akan mengantarkan setiap pelakunya dalam lingkungan kemanusiaan yang benar sebagaimana dikehendaki Allah, Amien